Makassar – Penundaan program percepatan penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah domestik oleh Kementerian PUPR yang baru akan dilanjutkan pada 2025 berpotensi memicu keresahan sosial di berbagai daerah, termasuk di Kota Makassar. Antusiasme masyarakat terhadap program ini sangat besar, terutama di kalangan menengah ke bawah yang menaruh harapan tinggi untuk segera mendapatkan akses air bersih yang memadai.
Direktur Utama Perumda Air Minum Kota Makassar, Beni Iskandar, mengungkapkan bahwa penundaan ini menjadi tantangan besar bagi perusahaan air minum yang telah menjalankan proses persiapan panjang. Sebanyak 1.945 calon pelanggan telah diverifikasi untuk mendapatkan pemasangan sambungan air bersih yang biayanya akan ditanggung oleh pemerintah. Namun, dengan adanya penundaan ini, ketidakpastian mulai melanda.
“Kami sudah menjalankan proses verifikasi faktual di lapangan, dan masyarakat sangat berharap program ini segera terlaksana. Sekarang, dengan penundaan, kami khawatir masyarakat akan merasa hanya didata tanpa adanya tindak lanjut. Jika ini terjadi, tim kami yang melakukan verifikasi bisa menjadi sasaran kekecewaan mereka,” kata Beni.
Ketakutan ini bukan tanpa alasan. Masyarakat yang menjadi sasaran program ini sebagian besar adalah kelompok berpenghasilan rendah yang kesulitan mendapatkan akses air bersih secara mandiri. Program bantuan dari pemerintah melalui Kementerian PUPR diharapkan menjadi solusi untuk memperbaiki kondisi tersebut. Dengan adanya penundaan ini, mereka bisa merasa diabaikan.
Beni juga menyatakan kekhawatirannya bahwa program Perumda Air Minum di masa depan dapat terpengaruh akibat adanya penundaan ini. “Kami khawatir bahwa program kami nantinya akan dihubungkan dengan penundaan program Kementerian PUPR ini, dan pada akhirnya merusak kepercayaan masyarakat terhadap kami,” jelasnya.
Program ini tidak hanya penting bagi Makassar, tetapi juga bagi daerah lain di Sulawesi Selatan seperti Gowa, Sinjai, Enrekang, Bantaeng, dan Toraja Utara. Semua daerah tersebut menghadapi masalah serupa. Penundaan program ini membuat mereka berada dalam posisi sulit, terutama karena sudah banyak masyarakat yang diverifikasi dan berharap segera mendapatkan layanan air bersih.
Secara lebih luas, penundaan ini juga dapat mempengaruhi dinamika sosial di masyarakat. Akses air bersih adalah kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Ketika akses ini terhambat, masyarakat tidak hanya mengalami kesulitan fisik, tetapi juga bisa menimbulkan ketidakpuasan sosial yang dapat berdampak pada stabilitas lokal.
Beni berharap, meski program ditunda, Kementerian PUPR bisa memberikan penjelasan yang jelas kepada masyarakat agar mereka tidak merasa dikecewakan. Selain itu, ia menekankan pentingnya transparansi dan kejelasan dalam hal kelanjutan program ini agar perusahaan air minum di seluruh Indonesia bisa tetap menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak terjebak dalam ketidakpastian.
Penundaan program ini memperlihatkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Akses air bersih adalah salah satu hak asasi yang seharusnya diprioritaskan, dan setiap kebijakan yang berkaitan dengan hal ini harus diputuskan dengan cermat dan terukur demi kesejahteraan masyarakat banyak. (*)