MAKASSAR, – Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk senantiasa menjaga kesehatan. Pasalnya, beberapa hari terakhir Kota Makassar dilanda cuaca panas.
Danny Pomanto, sapaan akrabnya, mengatakan cuaca panas tersebut terjadi karena Kota Makassar sedang mengalami peralihan ke musim kemarau.
Maka dari itu, Ia meminta masyarakat untuk menjaga mobilitas di luar ruangan. Dengan tidak bepergian jika bukan untuk hal yang penting dan darurat, utamanya di siang hari.
“Perbanyak di rumah dan selalu jaga kesehatan,” ucap Danny, Kamis (23/5).
Selain itu, Danny juga menginstruksikan kepada seluruh jajaran di Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar untuk melakukan penanaman pohon sebagai tindakan mitigasi bencana.
Danny menegaskan suhu panas yang terjadi bukan dampak dari gelombang panas atau heat wave yang melanda beberapa negara di Asia Tenggara. Seperti, Thailand dan Filipina.
Ia melanjutkan suhu panas yang melanda Kota Makassa tidak berpotensi menimbulkan gelombang panas atau heat wave.
“Kalau kita, saya kira memang agak jarang gelombang panas, karena jarak matahari,” jelas Danny.
Sebelumnya, Prakirawan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah IV Makassar, Farid Mufti mengatakan Indonesia tidak mengalami gelombang panas, karena cuaca panas yang terjadi saat ini tidak memenuhi karakteristik dan indikator statistik gelombang panas.
Maka dari itu, Farid menyebut suhu panas yang dirasakan oleh masyarakat Kota Makassar karena saat ini Indonesia tengah memasuki peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Dimana, disebabkan karena pemanasan permukaan akibat kurangnya pembentukan awan dan curah hujan.
“Kondisi gerah yang dirasakan masyarakat juga umum terjadi pada periode peralihan dari musim hujan ke musim kemarau, sebagai dampak kombinasi pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi,” terang Farid.
Farid menyebut untuk suhu cuaca yang terjadi saat ini di Kota Makassar masih tergolong normal.
“Di Sulawesi Selatan, suhu 40 derajat celsius sudah bisa dikategorikan sebagai ekstrem,” ujar Farid.(*)