ACCAEITA, – Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Drs Irwan Nasir MSi mengunjungi redaksi Otonominews, di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/8/2020).
Dalam kunjungannya selama hampir tiga jam tersebut dia memaparkan tentang suka dukanya selama memimpin dan membangun kabupaten hasil pemekaran tersebut, sehingga bisa berkembang seperti saat ini.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati yang saat ini memimpin Kabupaten Kepulauan Meranti untuk periode keduanya ini, juga berkesempatan berdiskusi dengan Presiden Institut Otonomi Daerah Prof Dr Djohermansyah Djohan (Prof Djo) dan tampil dalam Podcast Koki Otonomi yang dipandu oleh Mantan Dirjen Odta Kemendagri tersebut.
Pada dua moment tersebut Irwan mengungkapkan bagaimana upaya dia menumbuhkan dan meningkatkan potensi ekonomi di Kabupaten Kepulauan Meranti serta membuka kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya.
Irwan mengungkapkan bahwa tidaklah mudah menumbuhkan dan meningkatkan potensi ekonomi di Kabupaten Kepulauan Meranti yang baru dimekarkan pada 2009 tersebut. Begitu pula dengan membuka kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya. Pasalnya, Kabupaten tersebut merupakan daerah pemekaran yang dulu waktu di kabupaten induk hampir 90 persen wilayahnya dialokasikan sebagai kawasan hutan.
“Meranti itu daerah kepulauan yang memang daerahnya berbasis pertanian. Kalau kita membuka lapangan pekerjaan harus ada industri. Sementara kalau membangun industri harus merubah lagi tata ruang dan memakan waktu yang lama dan berat,” ujar Irwan Nasir.
“Jadi kami harus berpikir keras bagaimana memberikan kesempatan berusaha karena terbatasnya lapangan pekerjaan,” tambah Irwan Nasir, yang kedatangannya, didampingi oleh Heri Saputra, Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial yang pada Pilkada 2020 ini juga akan maju sebagai calon Bupati Meranti periode 2021-2024.
Menurut Irwan Nasir, di Kabupaten yang merupakan bagian dari Provinsi Riau tersebut, tidak mudah menjalankan industri karena harus ada potensi industri, potensi lokasi yang strategis, kemudian harus ada kawasan-kawasan yang menjadi sentra-sentra produksi seperti kawasan industri dan sebagainya.
“Oleh karena itu kami lebih bagaimana membuka peluang usaha. Maka dari itu kami konsens ke pertanian kakao. Sekarang kopinya sudah mulai terkenal. Lalu bagaimana transportasi laut ke Belawan menjadi lancar. Dan untuk mendukung itu kami juga bekerja sama dengan kementerian perhubungan untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat disana berupa SKK untuk bisa menjadi kapten kapal. Dan bisa bekerja di kapal, karena di daerahnya banyak kapal yang ke Malaysia dan Singapura. Ini lapangan pekerjaan sangat besar,” terangnya.
Selama ini, ungkapnya, banyak yang tidak bisa bekerja di kapal karena untuk mendapatkan SKK itu harus ada pelatihan. Sementara pelatihan itu mahal dan adanya mungkin di Jakarta atau di Batam. Tentu ini sulit bagi masyarakat desa. Jangankan untuk mendapat SKK, ikut pendidikan saja susah.
“Alhamdulillah dengan komunikasi dengan Kementerian Perhubungan melalui sekolah tinggi ilmu pelayaran Jakarta melakukan pendidikan gratis untuk masyarakat Meranti dan sekitarnya, dan ini sudah berjalan 4 tahun. Hari ini sudah meluluskan 4.500 orang itu sangat signifikan untuk mengurangi pengangguran di sana. Itu juga salah satu trik bagaimana menurunkan pengangguran di kepulauan Meranti,” tuturnya.
“Langkah lainnya memberdayakan APBD. Akhirnya kami mau tidak mau harus menerima pegawai honor dengan jumlah yang sangat signifikan. Kali ini kami menerima pegawai honor hampir 5000 orang. Kenapa itu kita lakukan agar mereka tidak menganggur,” sambungnya.
Lalu siapa saja yang 5000 orang itu? Irwan menerangkan, yang pertama di Pajak itu terkenal sebagai daerah preman, tidak kondusif. Banyak pemasok, penodong di Pelabuhan untuk dirangkul. ” Kita rangkul untuk jadi Satpol PP. Kalau dulu dibikin kekacauan sekarang dijaga. Kalau dulu jadi centeng sekarang diberi seragam Satpol PP setelah mengikuti pendidikan di SPM. “Terlihat gagah dengan diberi gaji. Itu saja sudah menyerap tenaga kerja hampir 208 ribu orang. Lalu merekrut para janda untuk jadi tukang sapu membersihkan kota,” ucapnya.
Selain itu, Bupati Irwan juga berusaha berkomunikasi dengan Kementerian Kehutanan terkait TItip yang ditinjau enam bulan sekali.
“Kami berusaha terus berkomunikasi bagaimana Titip Titip sentra pertanian sagu tidak diberlakukan Titip. Kalau tidak dikecualikan membahayakan ekonomi disana. Saya pikir kementerian ini harus menerimanya dengan lapang dada. Jangan gara-gara untuk kepentingan internasional rakyat kita sendiri tidak bisa makan. Hal ini tidak bisa dilakukan bagaimana lahan gambut tidak busa diolah, tidak bisa begitu,” tegasnya.
Menurutnya, karena rakyat disana sudah tinggal ratusan tahun tidak semerta merta dengan kebijakan ini rakyat tidak boleh mengolah. Sekarang kalau untuk kepentingan nasional itu untuk kepentingan siapa? Difinisi kepentingan nasional itu harus jelas dan clear tidak merta merta kalau bukan untuk kepentingan Jakarta bukan kepentingan nasional.
“Selama ini asumsi kita kalau kepentingan nasional untuk jakarta tapi kalau daerah tidak bisa begitu. Indonesia ini hartanya sama, harus adil dari ujung ke ujung nasional juga,” ujarnya.
Dia menjekaskan, sagu di sana betul betul dikelola masyarakat. Ada sekitar 65 pabrik sagu dikelola masyarakat ditambah pabrik besar sampoerna agro. Hari ini total produksi sekira 40000an ton, 20ribu untuk lokal dan 20 ribu lagi dikirim ke pasar jawa dan sebagian diekspor ke malaysia, ke jepang, india dan taiwan.
Sementara, penghasilan sagu nasional dari Meranti sekitar 80 persen. Maka Irwan sudan ke Bulog untuk bisa menampung sagu jangan hanya menampung beras, gula, minyak goreng.
“Kita bukan tidak menambah produksi sagu. Tapi kalau produksi berlebihan tidak ada yang menampung harganya jatuh. Saya sudah mengusulkan ke pemerintah. Hari ini kita mengimpor 13 juta ton terigu pertahun daru Amerika, Australia dan sebagainya. Mengapa kita tidak mengoplos tepung terigu dengan sagu. Katakanlah daru 13njuta kita kurangi 10 persen diganti dengan sagu lalu di oplos. Kalau saja dari 10 persen diganti dengan sagu. Artinya akan ada peluang 1.3 juta ton sagu per tahun,” terang Irwan.
Jika itu dilakukan pemerintah, imbuhnya, bisnis sagu diseluruh Indonesia akan berkembang. Karena dari total luas sagu seluruh dunia menurut ITB sekitar 65 juta hektar. 5 juta hektarnya ada di Indonesia. Terbesar di Papua. “Kami hanya sebagian kecil saja tapi yang punya perhatian memproduksi baru kami,” terangnya.
Dia mengatakan, ini sesuatu hal yang baru yang kita dorong sama sama menuju kedaulatan pangan. Hari ini beras impor, karena untuk menanam padi itu perlu lahan yang bagus. Sekarang lahan-lahan padi berebutan dengan industri dan perumahan, main gari makin turun. Karena itu kita perkirakan produksi padi akan terus surut jumlah penduduk akan terus naik. Artinya dalam jangka panjang kebutuhan beras akan krisis. Kita akan krisis bahan pangan nasional. “Lalu ada sagu melimpah. Mengapa kita tidak menggeser sagu jadi makanan pokok,” pungkasnya.